ANTARIKSA – Sebuah perjanjian/kontrak akan melahirkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang terlibat di dalam perjanjian. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, pihak yang merasa dirugikan dapat menuntutnya di muka hukum asalkan dokumen perjanjian/kontrak tersebut memenuhi syarat sahnya di mata hukum.
Masyarakat atau sebuah organisasi bebas mengadakan perjanjian dengan siapapun, menentukan syarat-syaratnya, pelaksanaannya dan jenis kontrak yang akan dipakai. Disamping itu, masyarakat diperkenankan untuk membuat kontrak baik yang telah dikenal dalam KUH Perdata maupun di luar KUH Perdata.
Apabila sebuah hubungan kontraktual tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka perbuatan pihak tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan tindakan penipuan, wanprestasi atau ingkar janji.
Syarat Sah Perjanjian/Kontrak
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian/kontrak adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Berikut di bawah ini akan dijelaskan mengenai syarat-syarat sah perjanjian/kontrak termasuk syarat sah umum dan khusus dari berbagai sudut pandang aturan yang berlaku.
Terdapat dua kategori sebuah perjanjian atau kontrak bisa dikatakan sah, yaitu syarat sah subyektif dan syarat sah objektif. Berikut ini penjelasannya:
- Paksaan
- Penipuan
- Kekhilafan
- Penyalahgunaan keadaan
Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang menentukan bahwa ia tidak cakap. Lebih jelasnya Pasa 1330 KUH Perdata menyebutkan orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah sebagai berikut:
- Orang-orang yang belum dewasa sesuai dengan peraturan perundangan-undangan terbaru mengenai definisi orang dewasa;
- Individu yang berada dibawah pengampuan;
- Wanita yang bersuami. Namun, ketentuan ini dihapus dengan berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang di dalam pasal 31 Undang-Undang tersebut menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya
Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan/dihitung”
4. Kausa yang diperbolehkan/halal/legal
Selain itu pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan hukum.
- Adanya kesepakatan dan kehendak
- Wenang berbuat
2. Syarat sah yang obyektif berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata
- Objek/Perihal tertentu
- Kausa yang diperbolehkan/dihalalkan/dilegalkan
- Kontrak harus dilakukan dengan i’tikad baik
- Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
- Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan
- Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum
- Syarat tertulis untuk kontrak-kontrak tertentu
- Syarat akta notaris untuk kontrak-kontrak tertentu
- Syarat akta pejabat tertentu (selain notaris) untuk kontrak-kontrak tertentu
- Syarat izin dari pejabat yang berwenang untuk kontrak-kontrak tertentu
Demikianlah ulasan mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian/kontrak. Syarat-syarat tersebut bukanlah suatu yang sulit, kan? Pastikan perjanjian/kontrak yang kamu buat adalah sebuah perjanjian berbentuk tertulis, karena hal ini akan memiliki kekuatan di mata hukum.